Baru dapet dari kompas Jogja nih. Aneh ya? Profesi dokter atau bukan ternyata sama saja. Ini seperti menegaskan bahwa masalah rokok sebenarnya bukan melulu harus dikaitkan dengan kesehatan. Dokter tentu lebih tahu tentang bahaya merokok, tapi kok ya masih merokok. Heran juga.
Kalo melihat hal seperti itu, rasanya lebih tepat mengaitkan rokok dengan budaya dibanding dengan kesehatan. Coba anda ketik 'rokok' di google. Apa yang anda dapat? peringkat satu sampai entah berapa isinya adalah informasi tentang bahaya rokok dari sudut pandang kesehatan. Seharusnya, jika sedikit menilik tentang perokok, hal yang membuat perokok kehilangan minat untuk merokok ada pada lingkungan. Misalkan saja, ..ini misalkan lho. Jika peringkat 1 sampai entah berapa di google berisi kayak gini :
- 80% calon mertua membenci menantu perokok
- Wanita lebih suka cowok impoten dibanding perokok ^_^
- Merokok menyebabkan potensi anda mendapatkan cewek turun 70%
- Sebagian besar rumah tangga bubar karena masalah rokok
- Anak perokok kurus karena asi tercemar rokok sehingga anak - anak tidak doyan asi..
Yah, misalkan aja gitu, mungkin perokok akan banyak berkurang. Setiap buka masalah rokok isinya kesehatan lagi kesehatan lagi.., kadang bosen juga. Orang di bungkusnya dah ketulis subject kesehatan lho, harusnya media atau corong info lain bisa sedikit kreatif untuk membuat orang nggak merokok.
Showing posts with label Opini. Show all posts
Showing posts with label Opini. Show all posts
Tuesday, July 17, 2007
Sunday, July 15, 2007
Hak Perokok
Label:
Opini
Naik pramek jurusan jogja-solo kadang menyebalkan juga, apalagi jika membaca tulisan 'terimakasih untuk tidak merokok' di setiap gerbong. Sedikit protes saja. Dalam negara demokrasi dimana hak - hak setiap individu dihargai, penulisan tulisan seperti itu di seluruh gerbong mencederai hak dari 1 pihak dan melindungi hak pihak yang lain.
Sebenarnya, jauh lebih indah jika hak setiap orang dipedulikan, tidak ada yang dianak tirikan. Setiap non perokok berhak mendapat udara bersih dan setiap perokok bebas menggunakan haknya untuk merokok. Merokok bukanlah perbuatan kriminal.
Indonesia mempunyai budaya merokok yang kental. Bisa dikatakan 20% warganya adalah perokok. Gerbong prameks lebih dari 5. Jika mengacu ke prosentase perokok, seharusnya 1 buah gerbong khusus perokok adalah wajar.Itu artinya saling menghargai. Dalam sebuah gedung yang ber ac dimana notabene dilarang merokokpun biasanya mempunyai ruang khusus perokok, mengapa prameks tidak?
Saya seorang perokok, dan saya sangat menghargai hak - hak non perokok untuk mendapat udara bersih, untuk itu saya memohon agar tempat publik ada ruang buat perokok dimana kami, para perokok bisa merokok tanpa harus mencederai hak - hak non perokok untuk mendapatkan udara bersih. Bagaimana? Bukankah usul itu cukup adil?
Jujur saja. Sebenarnya perokok itu pelit. Membeli rokok mengeluarkan uang, dan kami tidak ingin asap rokok itu didapatkan gratis oleh orang lain yang tidak membeli rokok.
Sebenarnya, jauh lebih indah jika hak setiap orang dipedulikan, tidak ada yang dianak tirikan. Setiap non perokok berhak mendapat udara bersih dan setiap perokok bebas menggunakan haknya untuk merokok. Merokok bukanlah perbuatan kriminal.
Indonesia mempunyai budaya merokok yang kental. Bisa dikatakan 20% warganya adalah perokok. Gerbong prameks lebih dari 5. Jika mengacu ke prosentase perokok, seharusnya 1 buah gerbong khusus perokok adalah wajar.Itu artinya saling menghargai. Dalam sebuah gedung yang ber ac dimana notabene dilarang merokokpun biasanya mempunyai ruang khusus perokok, mengapa prameks tidak?
Saya seorang perokok, dan saya sangat menghargai hak - hak non perokok untuk mendapat udara bersih, untuk itu saya memohon agar tempat publik ada ruang buat perokok dimana kami, para perokok bisa merokok tanpa harus mencederai hak - hak non perokok untuk mendapatkan udara bersih. Bagaimana? Bukankah usul itu cukup adil?
Jujur saja. Sebenarnya perokok itu pelit. Membeli rokok mengeluarkan uang, dan kami tidak ingin asap rokok itu didapatkan gratis oleh orang lain yang tidak membeli rokok.